Inovasi Pembelajaran
![]() |
Pelatihan |
Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan pembelajar (baca: guru) dalam rangka membantu pebelajar (baca: murid) belajar.Mengingat saat ini telah berkembang beberapa aliran psikologi tentang belajar, yaitu behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme, pembelajaran yang dikembangkan oleh seorang pembelajar tentu terkait erat dengan psikologi yang dianutnya.
Menurut Smaldino, Russel, Heinich, &
Molenda (2005), dalam pandangan behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah
laku. Dengan dasar pengertian seperti itu, pembelajaran adalah upaya untuk
membantu pebelajar mengalami perubahan tingkah laku. Untuk itu, pembelajar
dengan sengaja menyediakan stimulus untuk mengubah tingkah laku pebelajar. Stimulus
ini selanjutnya akan direspons oleh pebelajar.
Manakala respons terhadap stimulus ini sesuai
dengan yang diharapkan oleh pembelajar, dan hubungan stimulus dan respons ini
menjadi kuat, saat itu pebelajar dikatakan sudah belajar. Oleh karena itu, di
dalam pandangan behaviorisme, tujuan utama pembelajaran adalah untuk membentuk
hubungan stimulus respons yang kuat. Hukuman dan penguatan dijadikan sebagai
alat untuk membantu terbentuknya hubungan yang kuat antara stimulus dan respons
ini. Oleh sebab itu, di dalam pandangan behaviorisme ini berkembang model-model
pembelajaran Drill & Practice.
Smaldino dkk (2005) juga memberikan penjelasan
tentang pandangan kognitivisme dalam belajar. Dikemukakan bahwa kognitivisme
memandang manusia (baca: pebelajar) tidak dengan serta merta merespon stimulus
yang datang kepadanya. Dalam pandangan kognitivisme, manusia diibaratkan dengan
sistem komputer yang mengolah stimulus yang datang melalui sensory
register-nya. Informasi tersebut ada yang langsung dicampakkan, ada yang dipandang
cukup layak untuk mendapatkan perhatian sehingga di simpan di memori jangka
pendek, dan ada pula yang dipandang sangat penting dan disimpan dalam memori
jangka panjang.
Kumpulan informasi ini membentuk apa yang
dikenal dengan istilah skemata atau struktur kognitif. Setiap individu
pebelajar selalu mengembangkan struktur kognitifnya dari waktu ke waktu melalui
proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru
diterima dan ditambahkan ke dalam struktur kognitif yang ada tanpa harus
merombak hubungan antar konsep dalam struktur kognitif sebelumnya. Akomodasi
terjadi jika pengetahuan yang baru diterima memaksa struktur kognitif yang ada
melakukan penataan ulang terutama terkait dengan hubungan antar konsepnya.
Mengingat setiap individu sudah memiliki
struktur kognitif, pembelajaran akan berhasil jika informasi yang disajikan
oleh pembelajar "matching" atau cocok dengan struktur kognitif yang
dimiliki pebelajar. Karena itu, di dalam pandangan kognitivisme, praktik pembelajaran
hendaknya disesuaikan dengan pengalaman, minat, dan pengetahuan yang sudah
dimiliki sebelumnya. Karena itu, di dalam pandangan konstruktivisme ini
berkembang beberapa model pembelajaran antara lain pendekatan Inquiry, Guided
Discovery, Contextual Teaching and Learning, Realistic Mathematics Education.
Terkait dengan pandangan konstruktivisme,
Smaldino dkk (2005) mengemukakan bahwa konstruktivisme merupakan suatu gerakan
yang berkembang melampaui kepercayaan tentang kebenaran dalam kognitivisme.
Kalau dalam kognitivisme kebenaran itu ada di alam atau di luar kepala
pebelajar, maka dalam pandangan konstruktivisme, kebenaran itu dibangun
oleh pebelajar itu sendiri. Pebelajar tidak menerima begitu saja suatu
kebenaran, melainkan pebelajar itu sendiri yang memaknai kebenaran. Pebelajar
secara aktif memaknai kebenaran informasi yang datang kepadanya, dan bersikap
serta bertindak sesuai dengan makna yang dibangunnya.
Dalam pandangan konstruktivisme, segala macam
informasi adalah netral. Karena itu, pembelajaran adalah upaya untuk membantu
pebelajar mengembangkan kemampuan memaknai informasi. Pembelajaran lebih
dimaksudkan untuk membantu pebelajar belajar tentang belajar (learning how to
learn). Pembelajar lebih banyak menempatkan diri sebagai fasilitator belajar. Karena
itu, di dalam pandangan konstruktivis ini, pembelajar lebih banyak bertugas
menyediakan lingkungan belajar yang baik, dan menyiapkan berbagai macam
alternatif tugas yang bisa dipilih oleh pebelajar agar mampu mendorong
pengkonstruksian makna oleh siswa. Open- ended instruction yang dicirikan
dengan pemberian pertanyaan terbuka merupakan salah satu bentuk penerapan dari
pandangan konstruktivisme.
Di dalam pandangan konstruktivisme ini pula
dikemukakan, terutama pandangan konstruktivisme sosial, bahwa bahasa merupakan
faktor penting dalam pembentukan makna. Melalui bahasa seorang bayi bisa
memahami tingkah laku orang tuanya, tetangga, dan masyarakatnya. Karena itu,
komunikasi antar pebelajar merupakan faktor yang mendapatkan perhatian utama
dalam pandangan konstruktivisme sosial. Bahkan, dengan bantuan tutor seorang
yang "lebih dewasa" yang membantu pebelajar tersebut belajar dalam
Zone of Proximal Development-nya, pebelajar bisa mengembangkan kemampuan
pemecahan masalahnya dari level aktualnya ke level idealnya. Sebagai akibatnya,
di dalam pandangan konstruktivisme, berkembang model-model pembelajaran
cooperative learning.
Pengarang
Abdur Rahman As’ari
No comments:
Post a Comment
Komentar anda